Jumat, 09 Mei 2014

Yang Hilang dalam Penyederhanaan

Generasi yang sekarang adalah generasi Google, dengan dua ciri utama yaitu; empati yang sangat minim dan kebingungan dalam memilah informasi atau pengetahuan

-Prof. Dr. Daoed Joesoef, mantan Mendikbud Indonesia-

Tadi malam, saya menonton sebuah acara forum bicara yang sekilas terlihat sangat monoton. Peserta forum itu adalah empat orang purna usia, dengan teknik pengambilan gambar (ya, acara ini tayang di tv negeri) seadanya dan nggak banget deh.

Para purna usia itu saling mengobrol dengan santun, tanpa saling menyela satu sama lain meskipun memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain. Tapi bukan itu yang membuat saya tertarik untuk menonton mereka. Saya berhenti dari kegiatan menggonta-ganti channel dengan bosan karena saya membaca tema yang mereka bicarakan "PENDIDIKAN"

Salah satu topik yang mereka bicarakan adalah tentang generasi muda masa kini, "GENERASI GOOGLE" begitu mereka menyebutnya. Generasi yang menempel dengan gadget mereka tanpa memperdulikan orang lain dan mulai meninggalkan interaksi sosial demi interaksi sosial yang semu. Generasi yang kesulitan dalam membedakan informasi dan pengetahuan. Mereka mengganggap semua informasi yang disediakan di internet, yang bisa mereka dapatkan dengan mudah dengan mengetik di mesin pencari semacam GOOGLE adalah pengetahuan dan merasa bangga akan hal itu, padahal itu adalah sekedar informasi. (Prof. Dr. Daoed Joesoef)

Saya banyak berpikir tadi malam, akhirnya saya jadi menyetujui pendapat beliau. Mungkin saya pun bisa dikatakan sebagai generasi GOOGLE. Saya tak bisa membedakan pengetahuan dan informasi. Faktanya, saat saya mendengar pernyataan beliau, saya buru-buru meraih KBBI dan mencari arti kata pengetahuan dan informasi. Saat selesai membuka kamus, saya tertawa miris, menertawai diri sendiri. Pembelaan saya terhadap diri saya sendiri adalah GOOGLE pun bisa menyediakan pengetahuan, tergantung sikap kita menyikapi informasi yang tersedia. Pengkajian dan pemikiran berulang tentang suatu informasi dapat mengubah informasi itu menjadi pengetahuan. Well, tapi itu hanyalah pembelaan dari diri saya terhadap diri sendiri, saya belum menyandang gelar apapun, tidak juga melakukan pengkajian apapun untuk membuat pembelaan tadi menjadi suatu pernyataan yang valid.

Lalu masalah berkurangnya empati. Saya melihat banyak kasus yang mengarahkan saya pada kesimpulan bahwa anak-anak generasi GOOGLE cenderung memandang suatu hal dari satu sisi, dengan mengabaikan fakta bahwa setiap hal memiliki banyak sudut pandang. Contoh saja, sebuah kasus yang baru-baru ini meramaikan dunia maya. Kasus tentang seorang pemudi yang mengeluh di media sosial tentang ibu-ibu hamil yang manja dan meminta tempat duduk yang sudah susah payah ia perjuangkan. Ia memandang kasus itu dari sudut pandangnya sendiri tanpa memikirkan sudut pandang lain dan lalu mengeluh dengan membabi buta. Jika saja, ia dapat memikirkan minimal dua sudut pandang lain, saya yakin ia tidak akan mengeluh tentang hal itu.

Kasus lain; Suatu siang ketika saya dalam perjalanan pulang, terjadi kecelakaan di jalan raya. Kecelakaan itu melibatkan dua buah sepeda motor. Ketika saya sibuk membantu korban kecelakaan bersama beberapa orang tua yang ikut berhenti, saya melihat anak-anak berseragam abu-abu ikut sibuk di pinggir jalan. Tebak? Mereka sibuk memotret kami dan mungkin langsung mengunggahnya di sosial media mereka.
Dunia ini sudah mulai dipenuhi orang-orang bodoh dengan gadget pintar.

Saya adalah produk dari generasi peralihan, saya menghabiskan masa kecil dididik secara Dharmati (Dharma Society) dan masa remaja akhir memasuki era Digerati (Digital Society) (meminjam istilah J. Sumardianta). Saya tidak memungkiri, saya pun sangat memerlukan gadget-gadget pintar. Saya tidak bisa menghindari gadget-gadget pintar.
Karena saya adalah produk dari masa peralihan ini, saya menyadari beberapa hal. Hubungan antara manusia adalah hal yang kompleks dan menuntut dan Gadget menyulap relasi tersebut menjadi lebih mudah, sederhana, dan menyenangkan. Namun, pasti ada hal yang hilang dalam proses penyederhanaan. Dalam hal relasi antar manusia ini, banyak yang hilang.

Para purna usia yang membahas hal ini tadi malam, memberikan sebuah solusi bahwa pendidikan harus lebih maju dalam mengatasi hal ini. Dengan Pendidikan, mereka bukan menunjuk sebuah lembaga pendidikan yang disebut sekolah, tapi integrasi pendidikan mulai dari komunitas sosial paling awal dan utama, keluarga. Sangat disayangkan, tidak banyak yang menyadari pentingnya hal ini. Apakah sampai terlambat, baru semua orang akan menyadarinya? Tentang hal-hal yang hilang dalam proses penyederhanaan jaman digital...

Well, I'm curious...

About Me

Foto saya
Bandung, West Java, Indonesia
Thinking crazy, weird and uncommon is not a crime!